TINEMU.COM - Keberadaan orang Tionghoa di Padang, Sumatra Barat, terkait erat dengan fenomena keluarnya etnis Tionghoa dari tanah kelahiran untuk berdagang ke seluruh dunia sejak berabad silam. Salah satunya menuju Nusantara.
Luasnya persebaran etnis Tionghoa menyebabkan terjadinya proses akulturasi yang selama ratusan tahun telah melahirkan karakteristik unik dari orang Tionghoa di Nusantara, khususnya di Kota Padang.
Etnis Tionghoa perlahan mulai terintegrasi dengan kehidupan masyarakat Padang bersama suku Minangkabau, Jawa, Batak, Nias, Melayu, Sunda, dan Mentawai. Mayoritas masyarakat Tionghoa di kota seluas 695 kilometer persegi itu adalah sebagai pedagang.
Baca Juga: Hari Gizi Nasional 2023 Usung Tema Protein Hewani Cegah Stunting
Mereka banyak terkonsentrasi di kawasan Pondok, pesisir Padang dekat muara Batang Arau, sungai yang membelah kota dengan Gunung Padang di Kecamatan Padang Selatan. Wilayah pesisir menjadi favorit etnis ini ketika menjejakkan kaki di suatu wilayah untuk tujuan berniaga sebelum menyebar ke wilayah yang lebih jauh di daratan Sumbar.
Sejarawan Mardanas Safwan, dalam Sejarah Kota Padang, menyebutkan bahwa masyarakat Tionghoa sudah berdiam di Kampung Pondok selama delapan generasi. Jumlahnya berkembang menjadi sekitar 20.000 jiwa pada 2021.
Kendati tidak diketahui pasti kapan mereka mendarat di Ranah Minang, antropolog Belanda Fredericus Colombijn berkata lain. Colombijn menduga, orang-orang Tionghoa masuk ke Padang dan daerah lainnya di Sumbar hampir bersamaan dengan tibanya bangsa Belanda.
Baca Juga: Tak Perlu Tunggu Tiket, Masyarakat Umum Sudah Bisa Booster Kedua
Organisasi dagang Hindia Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) mendirikan markasnya di Padang pada abad 17 atau sekitar tahun 1664. Colombijn mengungkapkan di Patches of Padang: The History of an Indonesian Town in the Twentieth Century and the Use of Urban Space.
Kedatangan pertama etnis Tionghoa ke pantai barat di Minangkabau diperkirakan melalui pantai barat Sumatra. Seorang Indonesianis asal Inggris, Christine Dobbin, ketika meneliti budaya Minangkabau pada awal 1980-an menemukan bukti bahwa orang-orang Tionghoa yang kini bermukim di Padang awalnya bermigrasi dari Pariaman dan sebagian lainnya dari tanah Jawa pada era 1630-an.
Dalam penelitiannya, Dobbin mengetahui, kapal-kapal dagang saudagar Tionghoa itu bersandar di Pariaman sejak awal abad 17.
Baca Juga: Usulan BPIH 1444 H Sudah Menghitung 30% Penurunan Paket Layanan Haji, Ini Penjelasan Kemenag
Dobbin dalam Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy Central Sumatra 1784-1847 menuliskan, "Kapal-kapal dagang etnis Tionghoa merapat di Pariaman termasuk dari agen dagang mereka di Banten untuk mencari rempah dan garam. Mereka dilaporkan sudah membangun usaha di Pariaman sejak 1633."
Kesamaan sifat dan kebiasaan seperti etos berdagang, cepat beradaptasi dengan kehidupan lokal, serta kemiripan latar sosial budaya membuat etnis Tionghoa mudah diterima oleh penduduk asli Padang, yaitu suku Minangkabau.
Artikel Terkait
Tahu Gak?, Barongsai Awalnya Dibuat oleh Panglima Perang Zhong Que untuk Menakuti Musuhnya
Hidangan Penting Saat Imlek, Bandeng Dipercaya sebagai Sumber Keberuntungan
Opini Bandung Mawardi: Intisari, Claudine Salmon, dan Sastra Peranakan Tionghoa
Pertama di Indonesia, Antam Hadirkan Emas Batangan Imlek 3D