TINEMU.COM - Pada 2023, kita mendengar kabar bakal diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia XII. Acara penting tapi tak ada janji mendapat perhatian jutaan orang. Kongres mengurusi nasib bahasa Indonesia.
Kongres dihadiri orang-orang dianggap memiliki pengalaman dan pengetahuan mumpuni untuk mengembangkan bahasa Indonesia. Mereka sanggup berpendapat dan berani memberi bantahan atas pelbagai kebijakan dan masalah berkaitan bahasa Indonesia abad XXI.
Bahasa Indonesia masih diharapkan mendapat kemuliaan. Kita mengerti keinginan memajukan bahasa Indonesia itu sulit. Tumpukan keluhan dan ledekan makin menimbulkan keraguan.
Di Indonesia, orang-orang menggunakan bahasa Indonesia tapi sulit bergairah atau membuktikan “ketulusan”. Penggunaan bahasa Indonesia di rumah, sekolah, atau kantor mengesankan “kebiasaan” tanpa pamrih membuktikan mutu atau derajat.
Baca Juga: Ada Layanan Sewa Skuter dan Kursi Roda untuk Tawaf dan Sai, Ini Tarifnya
Masalah-masalah “kelesuan” dan “keraguan” dalam perkembangan bahasa Indonesia dipengaruhi tatanan kehidupan abad XXI. Bahasa Indonesia lumrah “dikalahkan” oleh bahasa-bahasa tak lagi dianggap asing tapi sering digunakan orang-orang di Indonesia. Pengalaman berbahasa Indonesia kadang menimbulkan perkara-perkara pelik dengan “pelestarian” bahasa-bahasa daerah atau lokal.
Di majalah Femina, 24-30 Oktober 1996, kita diajak memikirkan bahasa Indonesia. Di situ, membaca keinginan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.
Keinginan belum dipastikan terwujud. Keinginan terus dikabarkan dengan argumentasi-argumentasi dan pengajuan siasat.
Kita mengutip: “Ambillah kamus ekabahasa Eropa (entah Inggris, Italia, atau Portugis) secara acak. Bisa dipastikan anda akan menemukan kata-kata ‘batik’, ‘bambu’, ‘keris’, orangutan’, ataupun ‘kakaktua’.
Walaupun jumlahnya tak berarti dibandingkan kosa kata yang ada dalam suatu bahasa, munculnya kata-kata itu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia mampu memberikan sumbangan terhadap khasanah suatu bahasa.” Kutipan itu belum bisa ditanggapi dengan selusin kalimat pujian atau tepuk tangan.
Baca Juga: Standar Bawang Merah dan Pala Usulan Indonesia Ditetapkan Jadi Standar Codex
Keinginan meninggikan derajat bahasa Indonesia dijelaskan dengan kesungguhan orang-orang dari pelbagai negara belajar dan menggunakan bahasa Indonesia dalam misi pengetahuan. “Internasional” terlalu mudah dimengerti melalui sosok-sosok asing mahir berbahasa Indonesia. Mereka berasal dari Belanda, Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Australia, dan pelbagai negara.
Kita membaca pengakuan Henri Chambert-Loir (Prancis), intelektual menekuni masalah-masalah Indonesia: “Praktis, saya mempelajari bahasa Melayu/Indonesia dari buku. Setelah tamat sekolah padat tahun 1957, saya sudah bisa membaca cukup lancar tanpa pertolongan kamus, tapi masih tersendat bila berbicara.”
Kemampuan berbahasa Indonesia digunakan dalam kerja-kerja akademik menghasilkan tulisan-tulisan terbit dalam bahasa Prancis, Inggris, dan Indonesia.
Pada suatu masa, jumlah para sarjana asing belajar bahasa Indonesia dalam kepentingan studi sejarah, antropologi, sastra, politik, dan agama terus meningkat. Mereka memerlukan penguasaan bahasa Indonesia.
Artikel Terkait
Siswa Indonesia Raih Medali Emas di Asian Physics Olympiad 2023
Pilot Project Wingko Semarang untuk Pengendalian DBD
Standar Bawang Merah dan Pala Usulan Indonesia Ditetapkan Jadi Standar Codex
Kepala BNPB: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Kejadian Bencana