TINEMU.COM - Bing-sia mengucapkan terima kasih. Namun di atas tempat tidurnya ia tak dapat pulas. Pikirannya bergolak, kalau menurut gambaran si kakek, ciri-ciri Jay-hoa-cat itu mirip dengan Ci In-hong, apakah mungkin pemuda itu melakukan perbuatan terkutuk ini?
Ia menjadi teringat kepada kelakuan Ci In-hong yang aneh serta nada ucapan ayahnya tempo hari tentang diri pemuda itu, walaupun tidak tegas-tegas mengatakan terus terang, namun ayahnya seperti menaruh kepercayaan penuh kepada pribadi Ci In-hong.
Begitulah dengan penuh tanda tanya ia berbaring tanpa buka pakaian, sampai jauh malam tetap tak bisa pulas. Entah berapa lama, akhirnya Bing-sia mulai lelah dan ngantuk.
Tiba-tiba terdengar suara “kletik” sekali, seperti suara orang menyeletik perlahan di daun jendela. Suara perlahan itu seketika membikin rasa ngantuk Bing-sia lenyap seluruhnya, semangatnya terbangkit, “Jangan-jangan yang datang benar-benar si dia!” demikian pikirnya.
Diam-diam ia pegang pedangnya dan pura-pura tidur nyenyak untuk menantikan segala kemungkinan. Tak terduga setelah suara kletik pelahan tadi, daun jendela ternyata tidak dibuka orang, sebaliknya telinga Bing-sia seperti mendengar suara orang memanggilnya, “Jangan bersuara nona Beng, aku Ci In-hong adanya, aku ingin bicara dengan kau, harap kau bicara sebentar!”
Suara itu sangat lirih, tapi cukup jelas. Terang yang digunakan adalah semacam Lwekang yang di sebut “Thoan-im-jip-bit” (dengan gelombang suara), yang dapat dengar hanya orang memiliki Lwekang tinggi, kalau tidak biar pun di sebelah Bing-sia juga takkan mendengar.
Bing-sia menjadi ragu-ragu, ia pikir mungkin Ci In-hong memang bukan Jay-hoat-cat seperti disangkanya. Tapi segala apa lebih baik berjaga-jaga sebelumnya. Segera ia melompat keluar melalui jendela dengan pedang terhunus.
Di bawah sinar bulan yang remang-remang dilihatnya di atas bubungan ada sesosok bayangan. Rupanya Ci In-hong juga sudah menduga dirinya akan dicurigai, maka sudah menyingkir ke tempat yang jauh lebih dulu.
Segera Bing-sia melompat ke atas bubungan pula. Rumah penduduk di situ sebenarnya tidak terlalu tinggi, dengan Ginkang Bing-sia sebenarnya dengan mudah dapat melompat ke atas.
Tak terduga ketika dia kumpulkan tenaga, mendadak bagian dada terasa rada kemeng, kakinya menjadi berat dan hampir-hampir menginjak pecah genting rumah ketika melayang ke atas bubungan.
Untung Ci In-hong lantas menariknya sehingga tidak sampai menerbitkan suara. Ci In-hong terkejut, tanyanya dengan suara tertahan, “Apakah kau merasa ada sesuatu yang tidak beres?”
Bing-sia tahu maksud baik orang, ia coba bernapas dalam-dalam dan terasa tiada sesuatu gangguan, jawabnya kemudian, “Tidak ada apa-apa.”
“Baiklah, kalau begitu lekas kita pergi dari sini,” ajak In-hong.
“Apakah kau maksudkan tuan rumah di sini bukan orang baik-baik?” tanya Bing-sia.
“Kurang terang, yang pasti dia berasal dari kalangan Hek-to dan tidak begitu baik namanya,” sahut In-hong. “Daripada terjadi apa-apa di luar dugaan, kukira lebih baik pergi saja dari sini.”
Artikel Terkait
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (178)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (179)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (180)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (181)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (182)