TINEMU.COM - Siapakah penyerang gelap itu? Kiranya tak lain dan tak bukan adalah tuan rumah yang baik itu itu , Ho Kiiu-kong adanya. Rupanya Ho Kiu-kong telah melepaskan diri dari tali ringkusannya dan mengunakan tali panjang itu untuk menyerang Bing-sia. Tali yang panjang itu memangnya mirip benar dengan cambuk.
Bahkan Bing-sia tambah kaget pula ketika mendadak pundaknya terasa kesakitan, ia terhuyung-huyung dan hampir roboh. Didengarnya si nenek lagi berkata dengan menyeringai, “Nona Beng, kau telah masuk perangkap kami!”
Baru sekarang Beng-sia percaya bahwa Ho Kiu-kong dan isterinya itu ternyata benar komplotan si maling cabul perusak gadis itu. Keadaan loyo dan renta si nenek itu hanya pura-pura saja, sebenarnya dia cukup kuat, bahkan ilmu silatnya terhitung lihai pula.
Lebih-lebih kepandaian Ho Kiu-kong jelas sekali jauh di atas penilaian Bing-sia semula. Kejut dan gusar pula Bing-sia, sungguh tidak nyana kepalsuan manusia sampai sedemikian rupa. Kini pundak kanannya sudah kena dicengkeram oleh si nenek, untung tulang pundaknya tidak sampai cidera. Namun sebelah lengan terasa kaku kesemutan.
Saking gemasnya Bing-sia pindahkan pedang ke tangan kiri, segera ia menggertak, “Tua bangka keparat, keji amat muslihat kalian! Kalian harus tebus dosamu dengan nyawa kalian!”
“Hahaha! Apakah nona bermaksud mengadu jiwa dengan kami? Hm, kukira kau cuma napsu besar tenaga kurang! Kalau tidak percaya boleh kau coba!” jengek Ho Kiu-kong.
Waktu pedang Bing-sia menusuk benar juga, tenaganya tidak mau mengikuti hasratnya. Mestinya serangannya itu akan susul menyusul tiga kali, akan tetapi baru menusuk satu kali saja rasanya sudah kehabisan tenaga.
Sebaliknya Ho Kiu-kong lantas putar talinya itu sebagai cambuk, terdengar suara “plak-plok”, kembali Bing-sia kena disabet dua kali.
“Haha! Bagaimana? Betul tidak?” jengek pula si kakek.
Mengapa keadaan Bing-sia bisa begitu? Kiranya Ho Kiu-kong dan isterinya telah mengerjai nona itu dengan menaruh semacam bubuk obat didalam mi kuah yang disuguhkannya itu. Bubuk itu berkasiat membikin otot lemas dan tulang linu, waktu dimakan tidak terasa, tapi satu jam kemudian barulah obat itu mulai bekerja.
Melihat si nona terdesak, cepat Ci In-hong berseru, “Tahan nona Bing, harus bersabar!”
Berbareng itu “sret”, pedang lantas menusuk, mengarah mata si Jay-hoa-cat. Cepat Jay-hoa-cat itu mengegos terus balas menyerang dengan jurus “Ki-hwe-liau-thian” (angkat obor menyuluh langit), pedang menusuk perut Ci In-hong.
Namun pada saat lawan sedang mengegos tadi segera Ci In-hong melompat ke samping, “bret”, ujung bajunya terobek oleh pedang si Jay-hoa-cat, sebaliknya Ci In-hong sendiri sudah melompat sampai di sebelah Bing-sia.
Dan begitu tiba segera Ci In-hong memutar pedangnya, sekaligus ia menyerang tiga tempat Hiat-to penting di tubuh si nenek. Keruan nenek itu terkejut, terpaksa ia dijatuhkan diri dan menggelinding ke sana seperti bola, dengan demikian barulah jiwanya dapat diselamatkan.
“Bocah kurang ajar, jangan temberang!” bentak Ho Kiu-kong sambil memburu maju.
Artikel Terkait
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (179)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (180)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (181)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (182)