TINEMU.COM - Di keramaian politik, kita masih mungkin menjadi pembaca “bersemangat”. Di kejatuhan media-media cetak, kita masih bisa turut menjadi “panjebar” berita, cerita, dan puisi berbahasa Jawa.
Kita ingin menepi sejenak bisa membuka majalah Panjebar Semangat, 2 September 2023. Tampilan berbeda dan meriah dibandingkan edisi-edisi biasa. Wajah-wajah semringah di sampul majalah Panjebar Semangat mencantumkan keterangan: “90 Taun”.
Majalah berusia tua, belum tamat saat orang-orang beralih membaca di gawai. Panjebar Semangat masih terbit mendatangi para pembaca mungkin berjanji setia dan ingin berperan sebagai “pelestari”.
Baca Juga: 50 Tahun, Dakwah, dan Majalah
Arkandi Sari (pemimpin redaksi) memberi keterangan: Wosing identitas Panjebar Semangat wis dikukuhi mati-matian saka pacoban sabanjure, kang engga saiki apresiasi genti genten saka sakehing pihak. kabukten wis yen usaha lan tirakat kang ditindakake dening sakabehing jajaran Panjebar Semangat ora ngianati asil kang digayuh. Sejak masa 1930-an, sejarah itu terus disusun dengan pijakan dan identitas berhasil melintasi masa-masa penuh cobaan.
Pada masa kolonial, kesanggupan dalam pers mengartikan kesadaran kapitalisme cetak dan kemodernan. Situasi keaksaraan memungkinkan bacaan berupa surat kabar dan buku memberi gairah kemajuan bagi para pembaca di tanah jajahan.
Pilihan bahasa dan rubrik-rubrik membuat pemaknaan hidup dan zaman terus bergerak. Panjebar Semangat dengan bahasa Jawa pun mengadakan janji tak mau diingkari sampai sekarang. Majalah mengungkap nasib bahasa Jawa, dari masa ke masa.
Baca Juga: Puspa Indah Taman Hati, Sebuah Konser, Surat, dan Kenangan
Di buku berjudul Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad ke-21 (1999) susunan Parakitri T Simbolon, kita membaca penjelasan tapi salah dalam penulisan nama majalah: “Penyebar Semangat merupakan majalah bahasa Jawa tertua yang masih terbit hingga sekarang.” Kita mengartikan “sekarang” itu 1999. Sekian tahun dari penerbitan buku, kita tetap memastikan Panjebar Semangat terbit.
Kelaziman penerbitan koran atau majalah berbahasa daerah sering bernasib jelek dan tamat. Anggapan terbantah dengan pertambahan usia Panjebar Semangat. Penjelasan dicantumkan Parakitri T Simbolon: “Masih harus diperiksa mengapa surat kabar dan majalah berbahasa Nusantara susah bertahan hidup, apalagi berkembang. Yang jelas, jumlah pengguna bahasa, juga reputasi suatu daerah sebagai pusat kebudayaan lokal, ternyata tidak merupakan jaminan bagi perkembangan bahasa Nusantara setempat.”
Panjebar Semangat bukan majalah sekadar masalah bahasa Jawa. Sejak dulu, majalah itu dimengerti dalam pembentukan biografi pengarang dan acuan mutu perkembangan sastra (berbahasa) Jawa. Majalah itu sering melekat dalam album sastra berbahasa Jawa dan kemonceran para pengarang.
Baca Juga: Gita Cinta dari SMA: Novel, Lagu, Puisi
Masa lalu majalah itu mengandung semangat dan kebersamaan. Prawoto (2023) mengisahkan: Apamaneh para guru, mesthi padha langganan Panjebar Semangat. Biyasane para guru mau olehe langganan urunan. Banjur majalah genti-genten olehe maca. mula ora aneh yen para guru ing jaman iku menyang ngendi-endi banjur nyangking majalah Panjebar Semangat.”
Dulu, para guru iuran agar mereka bisa membaca majalah Panjebar Semangat secara bergantin. Pembaca bukan cuma guru mengajar bahasa Jawa. Majalah itu penting bagi guru dalam mengerti beragam hal. Majalah pun bisa menjadi sumber pengajaran di kelas. Kita menganggap kemauan para guru membaca itu membuktikan “semangat” menikmati bacaan bukan melulu sibuk dengan buku-buku pelajaran.
Kita masih diajak mengenang oleh Prawoto: Para priyayi Jawa kala samana, yen ana ruwang tamune ana tumpukan majalah Panjebar Semangat ateges klebu kalangan priyayi terdidik.
Artikel Terkait
Kebaya Encim Ibu Iriana dan Budaya Betawi di Panggung KTT ASEAN
Karya Seni Instalasi ‘Semangkuk Kemerdekaan’ Tuai Pujian Ibu Negara di KTT ke-43 ASEAN
Gita Cinta dari SMA: Novel, Lagu, Puisi
Puspa Indah Taman Hati, Sebuah Konser, Surat, dan Kenangan