TINEMU.COM - Ci In-hong membenarkan pertanyaan Bing-sia tentang maksud kedatangan dirinya ke kota kecil ini, katanya, “Sebenarnya sebelumnya aku sudah menduga siapa yang telah memalsukan diriku. Mungkin sekali Yang Kian-pek sudah mengetahui lolosnya diriku dari Taytoh, bisa jadi ayahnya yang menyuruh dia berbuat seperti begini.”
“Ya, dari nada ucapannya agaknya dia sudah mengetahui tentang pembangkanganmu terhadap ayahnya,” kata Bing-sia. “Maka dengan sendirinya dia sangat benci padamu. Cuma aku tidak paham mengapa dia membikin susah padamu dengan cara serendah itu? Sebagai koksu negeri Kim, tentunya anak buah Yang Thian-lui yang lihai tidaklah sedikit. Untuk membekuk kau cukup dia kerahkan anak buahnya dan tidak perlu memakai cara yang kotor.”
“Nona Beng di dunia ini masih banyak manusia yang berjiwa rendah dan kotor, untuk mencelakai orang lain mereka tidak segan-segan menggunakan cara licik,” kata Ci In-hong.
“Menurut perkiraanku pertama, sekarang Yang Thian-lui menginjak dua perahu, di satu pihak dia bersekongkol dengan Tartar Mongol, hal ini dengan sendirinya tidak boleh diketahui jago-jago kerajaan Kim, dengan begini orang yang dia utus untuk memburu diriku tentu terbatas dan orang yang paling dapat dipercaya adalah putranya sendiri. Kedua, Tang Kian-pek sengaja memalsukan namaku untuk berbuat kecabulan, dengan merusak nama baikku, dengan sendirinya aku akan dibenci oleh kaum pendekar dunia persilatan sehingga aku tidak punya jalan untuk menggabungkan diri dengan kaum pergerakan itu. Ketiga, jika aku tidak terima namaku tercemar, dengan sendirinya aku akan muncul untuk mencari perhitungan dengan maling cabul itu, dengan begini tanpa susah payah mereka akan dapat menemukan diriku. Yang Kian-pek itu sangat takabur, dalam pertarungan tadi, apalagi dia dibantu pula oleh tua bangka Ho Kiu-kong dan istrinya.”
“Dan sekarang setelah kau mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, lalu bagaimana tindakanmu selanjutnya?” Tanya Bing-sia.
“Setelah kejadian semalam, terang bangsat she Ho itu akan pindah tempat, andaikan kita menemukan mereka juga kita berdua belum tentu sanggup melawan mereka yang berjumlah lebih banyak. Maka sementara itu aku pun tidak punya pendapat yang baik.”
“Memang, kau terluka, akupun masih lemah, untuk bertempur lagi memang tidak menguntungkan kita. Kukira urusan ini ditunda saja sampai kita bertemu dengan ayahku.”
“Nona Beng, mengapa pula kau meninggalkan Long-sia-san sendirian?” Mestinya kau hendak kemana?”
“Aku ingin mencari ayah ke Hui-liong-san.”
“Li-bengcu berangkat bersama ayahmu, masakah kau masih kuatir?” ujar In-hong dengan tertawa.
Wajah Bing-sia berubah merah, iapun rada mendongkol karena orang rupanya juga salah terka sebagaimana anggapan To Hong tentang hubungannya dengan Li Su-lam. Melihat airmuka Bing-sia yang kurang senang itu barulah Ci In-hong menyadari ucapannya keliru, namun menyesalpun sudah terlambat. Tapi dia lantas merasa aneh pula terhadap dirinya sendiri mengapa bisa mengucapkan kata-kata begitu, padahal mereka baru saja kenal, apakah di luar sadarnya dalam hati kecilnya juga menaruh cemburu kepada Li Su-lam.
Dengan hambar kemudian Bing-sia menjawab, “Ilmu silat Li Su-lam sangat hebat, orangnya juga cerdik, rasanya aku tidak perlu khawatir baginya. Yang aku khawatirkan adalah seorang
lain lagi.”
“O, maaf,” kata Ci In-hong. “Soalnya Li-bengcu memikul tanggung jawab yang berat sehingga aku rada-rada mengkhawatirkan dia. Dan entah siapa pula yang dikhawatirkan nona Beng itu?”
“Tunangan Li-bengcu,” sahut Bing-sia.
Ci In-hong menjadi melengak, ia menegas dengan heran, “O, jadi li-bengcu sudah bertunangan? Di manakah bakal istrinya itu sekarang? Mengapa kau merasa khawatir baginya?”
Artikel Terkait
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (185)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (186)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (187)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (188)