TINEMU.COM - Melihat ketangkasan Su-lam, diam-diam si Lama menjadi ragu-ragu apakah di dalam 10 jurus sanggup mengalahkannya. Ia menjadi menyesal omongannya tadi terlalu besar. Tiba-tiba ia mendapat akal. Cepat ia tanggalkan jubahnya.
Saat itu Su-lam baru saja hendak melancarkan serangan pula, sekonyong-konyong segumpal awan merah menimpa dari atas kepala. Cepat pedangnya menusuk, “crit”, ujung pedang meleset ke pinggir, ternyata tidak dapat menembus kasa atau jubah itu.
Pada detik itulah Su-lam merasa angin keras menyambar tiba, dadanya seperti kena digodam dan kesakitan, cepat ia melompat mundur. Untung dia keburu menghindarkan diri
dari jaringan jubah musuh yang lebar seperti layar itu.
“Hahaha boleh juga juga kau, anak muda!” seru Si Lama itu sambil tertawa. “Masih ada enam jurus lagi, hati2 kau!” Si Lama itu menyatakan tak akan memakai senjata, tapi jubah
yang dia gunakan sesungguhnya berupa senjata yang amat lihai, terbentang seperti jaring, diringkaskan berwujud pentungan, pedang Li Su-lam sampai bergetar bilamana terbentur.
Baca Juga: Cerbung: Pahlawan Padang Gurun (1)
Li Su-lam bertahan sekuatnya, tapi beberapa jurus lagi keadaannya tambah payah, darah serasa bergolak di rongga dadanya, isi perutnya seakan-akan berjungkirbalik. Diam-diam ia
mengeluh, dengan ginkangnya ia masih berkelit ke sana dan menghindar ke sini dengan harapan Lama itu pun akan tertipu dan dirobohkan seperti Cilaun tadi.
Tak terduga ginkang Si Lama jauh lebih hebat daripada Su-lam. Malahan, bagaikan bayangan saja ia selalu mengikuti gerakan Li Su-lam ke manapun dia menghindar. Sebisanya Li Su-lam berlaku tenang dan bertahan sekuatnya. Sebaliknya Si Lama mulai gelisah. Pikirnya: “Untung di sini tiada orang lain lagi, kalau tidak tentu aku akan malu karena tidak mampu merobohkan bocah ini dalam sepuluh jurus.”
Setelah beberapa gebrakan lagi, Li Su-lam benar-benar sudah payah. Tiba-tiba ia sendiri lengah, mestinya bermaksud memancing musuh ke gundukan pasir yang lunak, tak tahunya
dia sendiri yang malah terjeblos. Mendadak Si Lama itu membentak” “Hendak ke mana lagi kau?”
Berbarengan dengan bentakannya, jubahnya yang laksana layar terus mengurung ke atas kepala Li Su-lam.
Baca Juga: Berhak 100 Tahun
“Mati aku!” keluh Su-lam di dalam hati. Tiada jalan lain baginya kecuali pejamkan mata dan menanti ajal. Nafasnya hampir-hampir berhenti oleh tekanan tenaga jubah lawan. Dalam keadaan samar2 itu tiba2 terdengar suara “crit” sekali, lalu suara Si Lama itu membentak: “Siapa itu?!”
Menyusul terdengar suara gelak tertawa seseorang yang menjawab: “Kau pegang teguh ucapanmu tidak?” Kan sudah lebih dari sepuluh jurus?”
Li Su-lam ingin membuka mata untuk melihat siapa yang datang, namun kelopak matanya terasa sangat berat dan sukar dibuka, sayup-sayup ia merasa seorang memburu tiba, sekonyong-konyong Si Lama menjerit sekali lalu terdengar suara derapan kaki kuda yang semakin menjauh.
Su-lam tahu tentu seorang telah menyelamatkan jiwanya dan Si Lama tadi telah digebah lari. Dari tadi Li Su-lam berusaha menahan diri sekuat tenaga, sekarang setelah tahu bahaya
sudah lalu, longgarlah perasaannya, seketika ia pun jatuh pingsan saking payahnya.
Baca Juga: Kertas: Bacaan dan Kegunaan
Artikel Terkait
Cerbung: Pahlawan Padang Gurun (1)