TINEMU.COM - Su-lam mengiakan. Ia pikir tekad ayahnya untuk lari dari Mongol agaknya belum bulat, maka sebaiknya tentang salah paham kawan-kawan To Pek-seng terhadap dirinya itu lebih baik sementara ini tetap dirahasiakan.
Sekembalinya ditenda sendiri, Su-lam coba keluarkan gulungan kertas kecil tadi, dilihatnya kertas itu tertulis secara singkat: “Kalau ingin jelas duduk perkara, datanglah ke lembah Siong-hong-kok di gunung Alkeh. Sangat rahasia, sekali-kali jangan katakan kepada orang lain.”
“Duduk perkara? Aneh, siapakah dia? Mengapa dia tahu aku ingin tahu duduk perkara yang sedang keragukan?” demikian Su-lam tidak habis paham.
Dari peta Mongol yang telah dipelajari, ia tahu letak pegunungan Alkeh itu. Ia pikir orang itu telah sengaja mengantarkan gulungan kertas sekecil itu dengan menempuh bahaya, pula telah memberi pesan agar jangan diberitahukan kepada orang lain, tentunya juga termasuk ayahnya.
Baru saja Su-lam bermaksud membakar surat itu, tiba-tiba tergerak pikirannya, ia coba mengamat-amati lebih teliti, ia menjadi heran karena gaya tulisan itu seperti sudah dikenalnya, tapi ia tidak ingat di mana pernah melihatnya?
Baca Juga: Produksi Kendaraan Listrik Roda Tiga Multifungsi, Tomara Siap Penuhi Kebutuhan Instansi Pemerintah
Selang sejenak, ia ingat sesuatu, cepat ia mengeluarkan kitab pusaka yang belum lengkap disusun ayahnya dahulu dan kini disimpan baik-baik dalam bajunya itu, ia coba mencocokkan, ternyata tulisan kitab itu mempunyai gaya yang sama dengan tulisan surat itu, hanya saja gaya tulisan surat itu lebih lemah, mungkin ditulis secara terburu-buru. Sebab itulah Su-lam belum berani memastikan kedua tulisan itu berasal dari tangan satu orang. Setelah dipikir lagi, akhirnya Su-lam tertawa sendiri, tulisan orang di dunia ini tentu saja ada yang mirip, apakah mungkin pembesar Mongol ini bukan ayahku, padahal karena dia ini ayahku, maka Beng-tayhiap hendak membunuh aku. Ia pikir: “Orang tadi bermaksud memberitahukan secara lisan padaku tentang sesuatu yang penting, mungkin sekali ia pun sadar kesempatan bicara sangat sedikit, maka sebelumnya ia telah siapkan surat singkat ini. Mengapa dia tidak tulis lebih jelas agar aku tahu siapakah dia sebenarnya?”
Ia coba mengenang orang tadi, walaupun bertopeng, tapi dapat ditaksir umurnya pasti belum lebih 40 tahun, bahkan ilmu silatnya sangat tinggi, rasanya pasti bukan ayahnya. Lantaran tidak mendapatkan gambaran yang pasti, terpaksa ia membakar surat itu, teka-teki ini sementara disimpannya di dalam hati.
Su-lam sangat teliti, untuk menghidarkan segala kemungkinan, ia aduk abu kertas yang dibakar itu dengan air dan ditenggaknya habis. Tidak lama kemudian pengawal pun memanggilnya. Cepat ia ganti pakaian dan ikut ayahnya ke “kemah emas” untuk menghadap Jengis Khan.
Ditengah jalan Li Hi-ko berkata kepada Su-lam: “Khan besar paling menyukai pemuda yang berkepandaian, asalkan kau bisa menarik hatinya, segala usaha kita selanjutnya tentu akan menjadi leluasa.”
“Ya, Cuma anak tidak pintar menyanjung-puji,” kata Su-lam.
Baca Juga: Pendaftaran Dibuka, Yuk Ikut Mudik Bareng Honda 2023
“Mesti watak, Khan besar juga suka disanjung-puji, tapi beliau juga paling benci kepada penjilat,” kata Li Hi-ko. “Yang dia senangi adalah pemuda yang punya keberanian dan pendirian. Asal sikapmu terhadap beliau tidak kaku dan juga tidak terlalu rendah diri sudah cukuplah. Pertemuan nanti sangat besar sangkut pautnya dengan hari depanmu, hendaknya kau berbuat sebaik-baiknya.
Su-lam merasa tidak enak karena apa yang dikatakan ayahnya itu bukankah mirip menyuruh dia menjadi penjilat? Untuk tidak bertengkar sendiri dengan sang ayah, terpaksa ia diam saja.
Artikel Terkait
Cerbung: Pahlawan Padang Gurun (1)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (3)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (2)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (4)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (5)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (6)
Cerbung : Pahlawan Padang Gurun (7)