TINEMU.COM - Sejak masa 1950-an, buku-buku pelajaran di Indonesia untuk pendidikan dasar gencar mengenalkan ilmu-ilmu “baru” berasal dari Barat. Pengajaran sudah dilakukan sejak awal abad XX.
Kaum bumiputra sudah masuk sekolah mengetahui ada hal-hal menakjubkan berdatangan dari negara-negara jauh. Mereka mulai belajar botani, anatomi, fisika, kimia, dan lain-lain.
Pada masa Indonesia sesumbar dengan revolusi belum selesai, buku-buku pelajaran sekolah hasil terjemahan atau susunan para intelektual Indonesia turut menggerakkan “revolusi” pengetahuan.
Di kelas, pelajaran-pelajaran itu sulit tapi menggugah. Murid-murid tekun melanjutkan membaca majalah-majalah untuk mengimbuhi pesona pengetahuan. Hari-hari dengan buku-buku pengetahuan kadang diselingi buku-buku cerita.
Baca Juga: 1985: Pengisahan Tokoh dan Indonesia
Bocah-bocah cermat tentu tak melulu berurusan moral dari cerita. Mereka menginginkan ada rangsang-rangsang pengetahuan saat merampungkan buku cerita.
Kita mengenang masa lalu dengan buku-buku lama dan dampak terbitan majalah-majalah. Sekian majalah untuk anak dan remaja. Sekian majalah memiliki rubrik-rubrik pengetahuan. Indonesia masa 1950-an menjelang kemajuan. Murid-murid di jalan terbuka pengetahuan meski berkiblat Barat.
Suasana gandrung pengetahuan bagi anak dan remaja berlanjut sampai masa Orde Baru. Kebijakan politik dan kurikulum menentukan derajat gairah murid-murid berpengetahuan. Penerbitan buku-buku terjemahan dari pelbagai negara memicu “ketergesaan” bagi Indonesia harus menjadi negara bergelimang pengetahuan modern.
Kemunculan angan tentang pekerjaan dan imajinasi kemakmuran mengesahkan laju pengetahuan di sekolah dan rumah. Indonesia ingin maju, bukan negara kecapekan gara-gara pembangunan nasional.
Baca Juga: Masih Tentang Bahasa: Pergaulan dan Persaingan
Di atas meja, buku kecil berwarna hijau itu berjudul Sekadar Mengamati Tentang Anak, Bacaan, dan Keilmuan (2022). Buku berusaha melacak masa lalu dan pendokumentasi dari bibliografi untuk anak dan remaja.
Buku-buku serius pun dihadirkan mendampingi atau membenarkan cara baca atas kepustakaan lama. penghadiran biografi para tokoh menjadikan deretan ingatan pengetahuan mendapatkan bukti-bukti argumentatif.
Joko P mengingatkan kelambanan orang-orang di Indonesia memiliki tradisi-bernalar. Ia memang tak mengumbar contoh dan bukti tapi mendasarkan dari buku dan majalah sebagai rekaman zaman.
Joko mengungkapkan kecewa: “Sejatinya banyak muatan pengetahuan bertebaran, tetapi dengan pola asuh, kebiasaan, dan habitus terjadi tak mendukung pada proses di sana. Kita tak bisa berharap banyak akan orang-orang gemar terus mencari dan mencari pada proses pergulatan berpengetahuan.”
Baca Juga: Pengendalian DBD dengan Nyamuk Jantan Mandul
Artikel Terkait
Badan Bahasa Tetapkan Nomine Penghargaan Sastra Kemendikbudristek Tahun 2022
Muhammad Ade Putra Raih Juara II Tangkai Penulisan Puisi Peksiminas XVI
1985: Pengisahan Tokoh dan Indonesia