TINEMU.COM - Mendapat kabar duka bahwa jurnalis, akademisi, dan penulis Lily Yulianti Farid (51 tahun) meninggal di Melbourne, ingatan saya kembali ke masa sebelum bergabung dengan komunitas sastra yang disebut Paguyuban Sastra Rabu Malam yang disingkat PaSaR Malam.
Barangkali orang lebih mengingat kiprah Lily Yulianti Farid dengan Panyingkul, sebuah media jurnalistik warga alternatif, Rumata' Artspace atau bahkan gelaran Makassar International Writers Festival (MIWF) yang memang lahir atas tangan dingin Lily Yulianti Farid karena keinginannya membuat para penulis yang berada di wilayah Sulawesi, Maluku, Papua, juga Nusa Tenggara punya tempat yang lebih luas di masyarakat pembaca Indonesia bahkan dunia.
Yang tidak banyak diketahui oleh adalah sebenarnya, Lily Yulianti Farid dengan pandangannya bahwa sastra dan gelaran sastra haruslah mendapat tempat yang bermutu justru melahirkan sebuah komunitas yang menyediakan tempat bagi para penulis pemula untuk bisa menampilkan karyanya dengan suasana yang lebih egaliter dan tanpa kurasi yang ketat dan bisa sepanggung dengan sastrawan-sastrawan seperti Joko Pinurbo, Sutardji Calzoum Bachri, alm. Remy Sylado, alm. Sapardi Djoko Damono juga alm. Rendra.
Baca Juga: Usung Simbol Punokawan dan Pandawa, Hermawan Kartajaya akan Luncurkan Buku Marketing Terbaru
Tempatnya bukan di Taman Ismail Marzuki, atau di Salihara, melainkan di dalam kompleks Gedung Olah Raga di Bulungan, Jakarta Selatan, yang dibuat menjadi warung bernama Warung Apresiasi (Wapres). Menurut Yoyik Lembayung, penjaga gawang Wapres, beberapa acara sastra sempat digelar di sana, meskipun biasanya kalah ramai dibandingkan dengan acara musik.Wapres memang dikenal dengan dekat sekali dengan komunitas KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan) yang para tokohnya antara lain Iwan Fals, Anto Baret, Swartato, dan lain-lain.
Adalah pada waktu itu, Lily Yulianti Farid meminta bantuan kepada Yohanes Sugianto (Yo), seorang teman, untuk mengurus peluncuran buku puisi M. Aan Mansyur. Wapres menjadi tempat yang diajukan oleh Yo. Setelah meninjau lokasi, Lily Yulianti Farid memilih untuk mencari tempat yang lebih representatif mengingat Wapres sangat dekat dengan jalan dan suara lalu lintas itu akan mengganggu acara.
Karena batalnya acara tersebut, di mana Yo sudah mengeluarkan sejumlah dana, maka saya dan teman-teman yang lain pun diundang oleh Yo untuk menggagas sebuah acara yang kemudian dikenal sebagai "Reboan" yang menjadi cikal bakal lahirnya PaSaR Malam.
Baca Juga: Gunung Merapi Kembali Muntahkan Awan Panas Guguran, Potensi Bahaya 7 Kilometer
Reboan adalah panggung sastra dan musik. Maksudnya agar para pengunjung bisa menikmati dua hal yang berbeda dalam satu panggung. Untuk urusan musik, kami bekerjasama dengan teman-teman KPJ atau kami mencari sendiri band-band yang sedang memperbanyak gigs supaya dikenal lebih luas. Sedangkan untuk mendatangkan sastrawan senior, kami pun patungan untuk sekadar memberi mereka uang transport.
Agar lebih menarik pengunjung lagi, kami juga sediakan teh dan kopi masing-masing satu ceret besar untuk bisa dinikmati oleh para pengunjung di samping beberapa piring makanan kecil. Saya kebagian menjadi stage manager yang bertugas mengatur line up dengan memperhatikan kejenuhan pengunjung terhadap acara juga waktu yang tersedia. Mengingat acaranya diadakan di malam hari jangan sampai selesai di atas jam 11 malam.
Reboan di Wapres itu bisa berjalan secara rutin setiap bulan lebih dari 6 tahun, menurut saya itu sebuah prestasi yang luar biasa bagi sebuah pagelaran sastra di Indonesia. Tanpa ada dukungan dana dari pihak manapun, selain patungan dari anggota PaSaR Malam, kotak amal yang beredar setiap kali acara diselenggarakan, dan Aloysius Slamet Widodo, seorang penulis puisi mbeling (istilah dia, "gleyengan") yang kerap "membenahi" Wapres supaya lebih nyaman sebagai tempat penyelenggaraan.
Baca Juga: Tim Nasional Esports Siap Songsong Emas SEA Games ke-32 Kamboja 2023
Sekarang, Reboan dengan nama Sastra Reboan juga sudah rutin hadir setiap bulan di Taman Ismail Marzuki. Setiap hari Rabu di akhir bulan, sama seperti sebelumnya di Wapres. Pengurusnya sudah baru, meski tetap ada yang lama. Dan ini semua bisa terjadi karena jasa yang "tak disengaja" dari Lily Yulianti Farid. Mungkin dia juga tidak menyangka hal itu.
Selamat Jalan, Lily Yulianti Farid.
Artikel Terkait
Ali Sadikin : Foto dan Jakarta
Inilah Ramuan Herbal Buat Penurun Demam Anak
Soetomo: Dokter dan Waktu
Adinegoro: Kata dan Peta